Tuesday, March 1, 2016

SERIBU KELERENG (A Thousand Marbles)

kelereng, seribu kelereng


Beberapa minggu yang lalu, aku berjalan dengan malas-malasan ke dapur dengan secangkir kopoi panas di tangan kananku dan koran pagi di tangan kiriku. Sabtu yang bisa kulewatkan dengan kegiatan yang khas tiba-tiba menjadipelajaran tentang kehidupan yang jarang kuperoleh.

Sura radio kukeraskan agar aku dapat mendengarkan obrolan Sabtu pagi. Aku mendengar suara merdu dari seoarang lelaki tua. Tahu nggak, suaranya seperti suara seseorang yang ia sendiri pantas menjadi penyiar.

Ia berbicara tentang seribu kelereng kepada lelaki bernama Tom. Aku tergoda untuk duduk mendengarkan apa yang sedang ia bicarakan. 

"Well, Tom, kedengarannya kau sangat sibuk sekali dengan pekerjaanmu. Aku yakin mereka memberimu gaji besar. Tapi sayang kau harus begitu sering jauh dari keluargamu. Sulit mempercayai bahwa pemuda sepertimu harus bekerja 60 sampai 70 jam seminggu untuk mencukupi kebutuhan hidupmu. Sayang sekali kau tidak bisa hadir pada pertunjukkan tari anakmu."

Ia melanjutkan, "Aku akan bercerita kepadamu, Tom, tentang sesuatu yang membantuku memahami prioritas kegiatanku."

Ia lalu mulai menjelaskan teori  "seribu kelereng"-nya

"Suatu hari aku duduk dan melakukan sedikit hitung-menghitung. Rata-rata mumur 75 tahun. Aku tahu berapa orang hidup lebih lama dari itu, dan berapa orang lagi hidup kurang dari itu. Tapi secara rta-rata, manusia hidup sekitar 75 tahun. Nah, lalu aku kalikan 52 hasilnya adalah 3900, yaitu jumlah Sabtu yang bakal dilewati oleh rata-rata manusia selama hidupnya. Dengarkan Tom, aku hampir sampai pada bagian yang paling penting. Pikiran ini baru muncul dibenakku setelah umurku mencapai 55 tahun. Jadi pikiran ini muncul setelah aku hidup selama 2.860. Aku berpikir, kalau aku hidup sampai umur 75 tahun, berarti aku masih memiliki 1040 Sabtu untuk kunikmati. Aku lalu pergi ke toko mainan anak-anak untuk membeli 1040 kelereng. Untuk mendapatkan jumlah itu aku harus belanja ke tiga toko. Kelereng-kelereng itu kubawa pulang, kumasukkan dalam tas plastik besar yang transparan lalu kutaruh di sebelah radio di bengkelku. Setiap sabtu, kuambil satu kelereng dari tas plastik lalu kubuang. Aku menyadari bahwa dengan menyaksikan berkurangnya kelereng-kelereng itu, aku dapat memusatkan pikiran dan kegiatanku pada hal-hal yang penting dalam hidupku. Tak ada yang lebih hebat daripada menyaksikan umurmu di bumi ini sedikit demi sedikit habis. Nah, sekarang kuberi tahu kau, sebelum aku mengakhiri acara obrolan ini dan pergi bersama istriku yang cantik untuk sarapan pagi. Tadi pagi aku telah membuang kelereng terakhir yang ada di plastik transparan itu. Kupikir, apabila aku hidup sampai Sabtu yang akan datang berarti aku dikarunia sedikit waktu tambahan. Waktu tambahan adalah sesuatu yang kita semua selalu dapat memanfaatkannya. Senang sekali berbicara denganmu Tom, kuharap kau dapat melewatkan waktumu lebih banyak bersama orang-orang yang kau cintai, dan kuharap aku dapat bertemu denganmu lagi suatu hari nanti. Selamat menikmati pagi yang indah ini!"

Saat itu, ketika lelaki tua itu selesai berbicara, kau dapat mendengar suara jarum jatuh. Bahkan moderator obrolan pagi membisu beberapa saat. Kupikir lelaki itu telah memberi kita banyak hal untuk direnungkan.

Tadinya pagi itu aku berencana untuk melakukan beberapa pekerjaan lalu pergi ke tempat olah raga. Namun, aku naik ke loteng, membangunkan istriku dengan ciuman.

"Bangun, sayang!  Aku akan mengajakmu dan anak-anak makan pagi di luar."

"Ada apa ini?" tanya istriku tersenyum.

"Tidak ada yang istimewa. Kan sudah lama kita tidak melewatkan hari Sabtu bersama anak-anak," jawabku. "Oh ya.... bisakah kita nanti mampir ke toko mainan anak-anak, aku hendak membeli kelereng." 

(Author Unknown)

MENGHERANKAN BUKAN?

 Meurnut penielitan Unisvetrias Cabmrigde, tak jdai saol baaigmnaa urtuan hruuf dlaam sutau ktaa, ynag pialng petning adlaah huurf petrama ...